Papuaaktual.com –Tulisan ini muncul dari peristiwa keributan atau kekacauan di wamena yang terjadi antara pedagang Pinang Mama Papua dan Pedagang Non OAP.
Pasar-pasar di Kabupaten Jayawijaya, jantung Pegunungan Tengah Papua, menjadi arena interaksi ekonomi yang dinamis. Salah satu komoditas yang ramai diperjualbelikan adalah buah pinang, bagian tak terpisahkan dari tradisi dan kehidupan masyarakat Papua. Namun, di balik ramainya transaksi, terselip isu persaingan yang cukup pelik, terutama antara pedagang Orang Asli Papua (OAP) dan pedagang non-OAP.
Seharusnya, pinang sebagai sumber daya alam lokal dan memiliki nilai budaya yang kuat bagi masyarakat Papua, idealnya dikelola dan diperdagangkan secara dominan oleh OAP. Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang pemberdayaan masyarakat adat dan pelestarian kearifan lokal. Sayangnya, realita di lapangan menunjukkan realita yang berbeda.
Banyak pedagang non-OAP, yang notabene memiliki akses modal dan jaringan yang lebih luas, turut meramaikan perdagangan pinang. Tak jarang, mereka bahkan mendominasi lapak-lapak strategis di pasar, menawarkan harga yang mungkin lebih kompetitif karena skala usaha mereka yang lebih besar. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang OAP. Mereka merasa terpinggirkan dan sulit bersaing, padahal berjualan pinang seringkali menjadi mata pencaharian utama mereka.
Situasi ini diperparah dengan kenyataan bahwa banyak pedagang non-OAP memiliki usaha lain yang lebih mapan, seperti kios sembako atau jenis usaha lainnya. Berjualan pinang bagi mereka mungkin hanya menjadi tambahan penghasilan, sementara bagi sebagian besar OAP, ini adalah sumber nafkah utama keluarga. Ketidakseimbangan ini menciptakan persaingan yang tidak setara.
Harapan agar pinang dapat menjadi komoditas yang mengangkat perekonomian masyarakat Papua sendiri masih jauh dari kenyataan jika pola persaingan yang tidak seimbang ini terus berlanjut. Perlu adanya kebijakan dan keberpihakan yang lebih tegas dari pemerintah daerah untuk melindungi dan memberdayakan pedagang OAP, khususnya dalam pengelolaan dan perdagangan komoditas lokal seperti pinang. Langkah-langkah seperti penataan pasar yang adil, pelatihan kewirausahaan bagi OAP, serta pembatasan atau pengaturan yang proporsional bagi pedagang non-OAP dalam komoditas tertentu, dapat menjadi solusi untuk mewujudkan keadilan ekonomi di pasar Jayawijaya. Dengan demikian, pinang tidak hanya menjadi sekadar komoditas dagang, tetapi juga simbol kemandirian ekonomi masyarakat Papua.
(Rendy Y)
_Pemuda Jayawijaya_